Pelajaran Biologi itu tidak juga bisa masuk ke kepala Emy, karena sebenarnya dia memang tidak memusatkan pikirannya ke penjelasan pak Sam. Dia sibuk bermain dengan ponselnya, menulis pesan-pesan dengan pacarnya. Tertawa sendiri melihat pesan yang masuk dari pacarnya itu. Dan tanpa dia sadari pak Sam memperhatikan tingkahnya. Andini yang duduk di sebelahnya menyenggol tangan Emy karena melihat pak Sam berjalan ke arahnya. Sesaat Emy melirik Andini kesal karena mengganggu kegiatannya. Tapi setelah tahu, dia buru-buru menghentikannya dan memasukkan ponselnya kedalam selokan mejanya.“Sudah selesai menulisnya, Em?” tanya pak Sam, di sebelah bangku Emy.“Eh, belum, pak,” jawab Emy kikuk, buru-buru dia mengambil penanya dan kembali meneruskan tulisannya.Pak Sam masih berdiri di sebelah Emy, mengamatinya. Emy merasa seperti sedang dihukum karena kesalahannya. Dia melirik Andini.Andini hanya mengangkat kedua matanya. Tidak tahu harus bagaimana.“Tulisanmu bagus, Emy,” kata pak Sam tiba-tiba.“A—apa, pak,” Emy kaget mendengarnya, tidak percaya pak Sam berkata seperti itu.“Kalau tulisanmu dijadikan kaligrafi, pasti dinding di rumah akan terlihat indah.” Kata pak Sam memuji.Emy dan Andini saling melirik satu sama lain.“Teruskan menulisnya, ya,” kata pak Sam, seraya tangannya mengelus pundak Emy dan kembali berjalan ke mejanya.Emy benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia dan Andini masih saling pandang tidak mengerti. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Apa maksud pak Sam dengan semua itu?! ****“Emy,” kata Andini, ketika istirahat di kantin. “Kau tidak curiga dengan sikap pak Sam?”“Memang kenapa?” tanya Emy, menyeruput es melonnya.“Dia terlalu memperhatikanmu,” kata Andini, menyendok baksonya.“Memang kenapa dengan itu? Itu tidak ada salahnya ‘kan. Apalagi kalau aku bisa mendapatkan nilai-nilai bagus dari pak Sam, padahal aku tidak pernah memperhatikan pe-lajarannya.”“Kamu belum dengar, ya,” kata Andini, sedikit berbisik. “Minggu lalu Mira anak kelas 1-2, pindah gara-gara pak Sam.”“Gara-gara pak Sam,” kata Emy, tidak mengerti. “Bagaimana bisa?”“Awalnya pak Sam sangat perhatian pada Mira seperti yang dilakukannya padamu. Terus dia diberi nilai-nilai yang bagus. Dan akhirnya dia di bawa ke UKS—berdua saja. Kau bisa tebak apa yang di lakukannnya?”Emy mengerutkan dahi tampak berpikir.“Sehari setelah itu Mira langsung minta dipindahkan,” lanjut Andini. “Orangtuanya sebenarnya ingin menuntut pak Sam, tapi tidak ada bukti yang kuat. Jadi, pak Sam bisa lolos.”“Kalau itu memang benar, kenapa aku tidak pernah mendengarnya,”“Itu karena kau terlalu sibuk dengan pacarmu!”“Kau hanya iri,” tukas Emy.“Apa?!” Andini terkejut mendengarnya.“Kau iri karena tidak mendapatkan perhatian dari pak Sam. Dan kau iri padaku karena aku bisa mendapatkan nilai-nilai bagus darinya.”“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?” kata Andini tersinggung, nada suaranya meninggi. “Aku mencoba untuk memperingatkanmu, tapi kau justru menuduhku seperti itu. Asal tahu saja, aku bisa mendapatkan nilai bagus bukan karena dapat perhatian dari guru, tapi karena usahaku sendiri. Tidak seperti kau!”Setelah mengatakan itu semua, Andini langsung beranjak dari kursinya, dan pergi meninggalkan Emy sendirian di kantin. Emy terbengong-bengong melihatnya. Kenapa sih dengan anak itu? Begitu pikirnya.Tidak lama setelah kepergian Andini, Boby pacar Emy datang. Emy langsung men-ceritakan semua yang dikatakan Andini. Boby anak kelas 1-2, jadi mungkin dia tahu lebih detail mengenai apa yang terjadi dengan Mira.“Kurasa yang dikatakan Andini benar,” kata Boby. “Aku tidak tahu detailnya, tapi kepindahan Mira memang mendadak. Dan mengenai pak Sam, kau memang harus hati-hati. Menurutku dia memang suka memperhatikan cewek cantik.”“Jadi menurutmu aku ini cantik,” goda Emy.“Kalau kau tidak cantik, mana mungkin aku mau jadi pacarmu,” Boby balas menggoda.“Dasar cowok jahat,” kata Emy menggoda.Selanjutnya mereka berdua terhanyut dalam canda tawa dan saling menggoda satu sama lain.****Tidak bisa dipungkiri apa yang dikatakan Andini tempo hari cukup mengusik pikiran Emy. Terlebih ketika dia bertemu pak Sam, kata-katanya semakin terngiang-ngiang di kepalanya. Emy semakin waspada pada saat pelajarannya. Dia akan mengamati setiap gerak langkahnya. Benar kata Andini, pak Sam terlalu memperhatikannya. Mula-mula dia akan berjalan mengelilngi kelas, kemudian perlahan dia akan berhenti tepat di bangku Emy. Dia akan berusaha membuka pembicaraan dengan topik apa saja. Dan tidak segan-segan dia akan melontarkan pujian pada Emy. Bahkan yang menurut Emy itu sangatlah tidak perlu. Dan ketika berada di luar jam pelajaran, pak Sam selalu mencari kesempatan untuk bicara dengannya. Terkadang juga menyuruhnya ke kantor dengan alasan minta bantuannya. Sebiasa mungkin Emy ingin menghindari bertemu dengannya.“An, aku minta maaf, ya,” kata Emy, ketika istirahat di kelas. “Ternyata kau benar. Pak Sam memang terlalu memperhatikan aku.”“Tidak apa-apa, kok,” kata Andini. “Kau lebih hati-hati saja. Jangan memberikan ruang harapan bagi pak Sam.”“Tentu,” kata Emy, mantap. “Sekarang aku ke Boby dulu, ya. Aku janji tadi akan ke kelasnya.”“Mulai, deh,” “Hehe…” Emy hanya nyengir menanggapi.Kemudian dia keluar kelas. Jarak antara kelasnya dan kelas Boby berjarak lima kelas. 1-6 berada di ujung selasar, sementara kelas 1-2, kelas Boby, berada dekat ruang guru di ujung satu lagi. Jalinan hubungan antara Emy dan Boby berawal ketika ada perbaikan gedung SMU ini. Ketika itu, Emy sedang berjalan ke kelasnya lewat di bawah tangga tukang perbaikan. Tukang itu tidak sengaja menjatuhkan kayu dan nyaris mengenai kepala Emy kalau saja Boby tidak menyelamatkannya. Dari situlah hubungan mereka mulai berlanjut sampai sekarang. Meski baru tujuh bulan mereka berpacaran, tapi mereka seperti sudah pernah menikah sebelumnya.Emy melenggang dengan riang memasuki ruang kelas Boby. Matanya menyapu seisi kelas menceri-cari keberadaan Boby, tapi dia tidak bisa menemukannya. Ke mana anak itu, batin Emy bertanya-tanya. Janjinya ingin bertemu di sini, tapi kenapa tidak ada. Karena tidak menemukan Boby, Emy pun berniat mencarinya di luar. Tapi belum sampai dia berjalan beberapa langkah, terdengar namanya dipanggil.“Emy!” seru seseorang di belakangnya. Emy menoleh. Dia mendapati pak Sam berdiri di depan pintu kantor. Kemudian dia berjalan ke arahnya. “Ada apa, pak?” tanya Emy lugas.“Bapak ingin minta bantuanmu,” kata pak Sam.“Bantuan apa?”“Eh…” pak Sam tampak berpikir. “Tolong bawakan peralatan obat di kantor bapak ke UKS. Barangnya banyak, jadi bapak perlu bantuanmu.”Emy tampak waspada. UKS? Dia teringat kata-kata Andini kalau Mira pernah dibawa ke UKS. Apa yang akan dilakukan pak Sam padaku di sana?“T—tapi pak, kenapa harus saya,” kata Emy, gugup.“Ya, kalau kau keberatan bapak tidak akan memaksa,” kata pak Sam tampak kecewa. “Bapak akan cari orang lain saja.”“B—baiklah, pak. Saya pergi dulu kalau begitu.” Tanpa basa-basi lagi Emy langsung melesat pergi. Dia tidak mau berlama-lama berada di sana. Bagaimana kalau pak Sam berhasil membujuknya. Untung saja dia bisa lari. Kalau tidak, dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya.****“Kau istirahat saja dulu di sini,” saran Andini sambil memapah tubuh Emy ke UKS. Emy tertatih-tatih berjalan ke ranjang dibantu Andini. Setelah dia bisa duduk di ranjang, tangannya mengibas-ngibas lututnya untuk menghilangkan rasa nyeri yang berdenyut-denyut dari tadi. Kesalahannya juga kenapa lututnya bisa lecet. Dia terlalu bersemangat bercanda dengan Amelia saat olah raga tadi. Sementara menunggu pak Fauzan, guru olah raga datang, Amel tadi menunjukkan arloji barunya pada anak-anak. Karena penasaran, Emy juga ikut melihat. Awalnya dia hanya memegang dan melihat-lihat biasa, tapi kemudian timbul niat untuk menggodanya. Apalagi anak itu sifatnya agak cengeng dan memang dia suka sekali memamerkan barang-barang barunya. Jadi, arloji itu dibawanya pergi dan dia bilang pada Amel kalau Emy meminjamnya sampai arloji itu rusak baru dia kembalikan. Jadilah kejar-kejaran sampai membuat Emy jatuh dan lututnya lecet. Sekarang dia berada di ruang UKS dan tidak bisa mengikuti pelajaran olah raga. Menurut Emy itu justru menguntungkan karena dia bisa tiduran di sini sementara yang lain akan kecapekan berolahraga. Andini sedang mencari-cari obat anti septik di dalam kotak obat. Emy mengamati ruang UKS itu. Tidak terlalu besar, hanya cukup ditempati satu ranjang ukuran kecil dan kotak obat yang tertempel di dinding. Emy teringat cerita Andini tempo hari. Ruangan ini pernah menjadi saksi sebuah perbuatan bejat seorang guru pada muridnya. Dan dia kemarin juga hampir terjebak ke dalam ruangan sempit ini bersama pak Sam kalau saja dia tidak berhasil menghindar.“Akhirnya aku menemukannya!” seru Andini, tangannya memegang botol kecil ber-warna kuning. “Benda sekecil ini ditaruh di antara obat-obat yang berserakan itu? Benar-benar rajin orang-orang di sini.” Katanya menambahkan dengan sinis.Kemudian dia mengambil kapas dan meneteskan obat itu ke luka Emy. Lutut Emy ber-jingkat-jingkat menerimanya.“Aduh pelan-pelan, dong,” kata Emy sedikit merintih.“Ini sudah pelan, Non,” kata Andini. “Kau sendiri sih yang cari masalah, kenapa kau membuat lututmu seperti ini.”Emy memutar bola matanya. Andini masih terus meneteskan obat anti septik itu ke lututnya.“Sudah,” kata Andini. “Kau istirahat saja dulu di sini sampai pergantian pelajaran berikutnya.”“Ok, deh,” Emy berkata dengan semangat, seakan dia sangat menikmati lututnya sakit.“Dasar,” kata Andini menggelengkan kepala. Dan setelah dia mengembalikan obat anti septik ke dalam kotak obat, dia keluar meninggalkan Emy sendiri.Emy merebahkan tubuhnya di ranjang, kemudan dia mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dia mulai menulis pesan ke Boby. ‘Aku ada di UKS, lututku lecet. Kamu ke sini dong temenin aku.’ Begitu tulisnya. Kemudian dia mengirim pesan itu, dan tidak sampai tiga menit pesan balasan diterima Emy. ‘Ok,’ begitu bunyinya.Emy memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Selama menunggu Boby datang, dia berpikir sambil menatap langit-langit. Di sini sangat sepi. Ruangan ini memang letaknya agak jauh dari kelas-kelas lain. UKS terletak di sebelah gudang dan kelas baru yang masih dibangun. Pasti akan menyenangkan berada di sini bersama Boby seorang diri. Emy sudah membayangkan sesuatu yang dilampau batas. Terdengar ketukan dari luar. Tubuhnya langsung terduduk tegak. Itu pasti Boby, pikirnya. Cepat sekali, padahal jarak antara UKS dan kelasnya lumayan jauh. Tapi dia tidak peduli. Dia senang Boby datang lebih cepat.“Masuklah,” seru Emy. “Aku sudah menunggumu dari tadi.”Pintu ruang UKS terbuka pelan. Seseorang keluar dari balik pintu. Emy langsung terbelalak. Dia bukan Boby, tapi pak Sam! Tubuhnya langsung mengejang ketakutan.Pak Sam tersenyum, berdiri menatap Emy. Kemudian dia menutup pintu dan me-nguncinya. Dia memasukkan kunci pintu itu ke saku. Emy semakin ketakutan melihatnya.“Halo, Emy,” katanya. “Kau sedang menunggu seseorang? Pasti pacarmu, Boby.”“Ma—maaf, pak,” kata Emy tergagap. “apa yang bapak lakukan di sini?”“Kau tidak usah takut. Aku ke sini hanya ingin menjengukmu. Aku melihatmu tadi masuk kemari dibantu oleh temanmu. Jadi, apa salahnya bapak menjengukmu. Kebetulan bapak juga sedang kosong.”Pak Sam berjalan mendekat. Emy mendorong dirinya merapat ke dinding. Apa yang akan dilakukannya? Emy ketakutan setengah mati.Pak Sam mengulurkan tangannya ke Emy, “Boleh aku melihat lukamu,” belum sampai Emy mengizinkannya pak Sam sudah memegang lutut Emy yang terluka. Tubuh Emy gemetar tidak keruan.“Lukamu tidak parah,” kata pak Sam mengamati luka Emy.Ingin sekali Emy menyingkirkan tangan itu.Lalu tiba-tiba dirasakan Emy tangan pak Sam mulai naik ke atas lututnya, kemudian semakin tinggi ke pahanya dan terus merayap ke atas di balik roknya.Emy langsung mendorong tubuh pak Sam menjauh. Pak Sam tampak kaget, dan raut wajahnya langsung berubah marah.“Kau jangan sok jual mahal, Emy,” kata pak Sam. “Kau sebenarnya juga meng-inginkannya, bukan?”Emy menggelengkan kepalanya keras-keras.“Dengan gayamu yang menggoda dan rokmu yang minim itu, setiap laki-laki pasti ingin menelanjangimu. Jadi, kau jangan sok suci!” Pak Sam kembali meneruskan niatnya, tapi Emy dengan gesit langsung menghindar meski dengan menahan rasa nyeri berdenyut-denyut di lututnya. Dia langsung berlari dengan terpicang-pincang ke arah pintu.“Tolong…!! Tolong…!!!” Emy menggedor-gedor pintu itu dengan sekuat tenaganya.“Percuma kau minta tolong,” kata pak Sam. “tidak ada yang akan mendengarmu. UKS ini tempatnya jauh dari kelas lain.”Tapi, Emy tidak peduli. Dia terus menggedor-gedor pintu dan berteriak minta tolong. Boby pasti akan segera datang. Dia tadi akan kemari.“Tolong…!!”“Emy?!” terdengar suara dari luar. Itu seperti suara Boby.“Boby tolong aku,” seru Emy dengan terisak. “keluarkan aku dari sini!”“Ada apa?!” suara Boby terdengar panik.“Tolong keluarkan aku dari sini!”“Baiklah, aku akan minta bantuan pak Kamto untuk mengeluarkanmu!” Boby terdengar menjauh. Pak Kamto adalah petugas kebersihan di sekolah ini. Mungkin Boby ingin meminta kunci duplikatnya pada pak Kamto.Sementara itu setelah sudah tidak terdengar suara Boby lagi, pak Sam membuka pintu UKS dan lari keluar. Emy tidak percaya melihatnya. Dia benar-benar bajingan.Tidak beberapa lama kemudian, Boby dan pak Kamto datang. Boby tampak terkejut melihat pintu UKS sudah terbuka dan melihat Emy menangis meringkuk di lantai.Begitu melihat Boby datang, Emy langsung berhambur memelukanya. Kemudian setelah dia merasa lebih tenang, Emy menceritakan semua kejadian tadi di UKS.Boby tampak berang. Dia langsung melapor ke kepala sekolah. Tapi, tanggapan kepala sekolah sangat mengecewakan. Dia terkesan membela pak Sam dengan berdalih tidak ada bukti dan saksi yang kuat seperti kasus Mira waktu itu. Boby sempat marah, beradu pendapat, dan mengobrak-abrik ruang kepala sekolah begitu mendengar jawabannya. Hal itu memicu Boby untuk memprovokasi teman-temannya untuk berdemo menuntut pak Sam. Mereka membawa poster-poster dengan gambar karikatur pak Sam yang ber-tanduk dan mempunyai ekor. Dan yang lain membawa sebuah papan bertuliskan ‘Turunkan Harga dji-SAM-soe!’ disertai dengan teriakan-teriakan slogan tersebut berkali-kali di depan kantor sekolah. Semua penghuni sekolah itu menonton mereka beramai-ramai, meng-acuhkan pelajaran mereka.Dan setelah beberapa jam mereka melakukan demo, akhirnya kepala sekolah memberi keputusan, setelah mengadakan rapat dengan guru-guru yang lain. Mereka memutuskan untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Bahkan mereka akan mengerahkan tim penyidik jika perlu. Tapi hal itu tidak sampai dilakukan, karena ternyata tidak hanya Emy saja yang bersaksi dan yang pernah diperlakukan tidak senonoh oleh pak Sam. Ada tiga temannya yang juga pernah diperlakukan seperti itu, bahkan ada juga kakak kelasnya yang ikut bersaksi bahwa pak Sam pernah mengancamnya kalau dia melaporkan perbuatannya pada kepala sekolah. Setelah mendengar penuturan dari para murid yang menjadi korban kebejatan pak Sam, akhirnya kepala sekolah memutuskan untuk mengeluarkan pak Sam dengan tidak hormat. Dan kejadian tersebut akan menjadi pelajaran bagi para murid dan guru-guru yang lain.
Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar